Rabu, 12 Januari 2022

ANAK TUNGGAL YANG MENANGAN VS ANAK PERTAMA YANG DOMINAN

Christin Sri Hastuti


Ditulis sebagai refleksi atas pengalaman pribadi tahun lalu.

Tumbuh dalam asuhan kedua orang tua dan seorang nenek membuat saya menjadi anak yang hidup berlimpah dengan kasih sayang, apalagi untuk ukuran masyarakat ibu saya menikah di usia yang tidak lagi muda, tentu saya adalah cucu yang dinantikan oleh nenek. Saya adalah anak perempuan sulung dan cucu pertama perempuan dari ibu saya saat itu.

Tentu saya biasa mendapatkan banyak cinta kasih yang berlimpah. Pada umur 5 tahun, lahir adik perempuan dalam keluarga, saya tidak terlalu ingat bagaimana orang tua saya mengasuh saya saat itu, namun banyak memori manis kasih sayang nenek saya, sebab nenek  selalu memberikan yang saya inginkan, bukankan keinginan yang dipenuhi adalah kesukaan besar. (akan saya tuliskan menyusul). 

Saya tumbuh menjadi anak perempuan yang dominan dalam keluarga, waktu kecil menentukan jenis permainan yang kami mainkan, memaksakan adik mengikuti jalan cerita sebuah permainan, dan sudah selayaknya seorang kakak biasa menjadi bossy didepan adik, seperti halnya meminta segelas susu serta permintaan-permintaan kecil sehari-hari dengan menyelipkan kata "tolong"

Tentang drama masa kecil, biasanya adik lama dalam melakukan sesuatu, atau tidak sesuai dengan rencana rekreasi setelah mandi sore, tentu saja ngambek adalah sebuah respon sehingga adik akan meminta maaf dan memohon. Sungguh drama yang tidak elok. Itulah anak perempuan sulung yang dominan. 

Saya adalah anak sulung dirumah, namun saya adalah anak bungsu dilingkungan yang lain. Saya menjadi yang termuda dalam kelas selama bertahun-tahun, mulai dari Taman Kanai-kanak sampai dalam bangku Kuliah, ditambah menjadi yang termuda di unit saya bekerja, membentuk saya memiliki jiwa anak bungsu.

Sedang di lain Pulau, ada kehidupan seorang anak laki-laki tunggal dalam keluarga. Berawal dari cerita keluarga dimana ayah dan ibu mengharapkan seorang anak, kehilangan putera dalam kandungan (kalau tidak salah, intinya meninggal) akhirnya Allah memberikan seorang putera dalam pernikahan. Tumbuh menjadi putera satu-satunya.
Pada masa remaja harus mengalami sakit yang luar biasa, ibu merawatnya hingga akhirnya saya memandangnya sebagai anak laki-laki yang memang ditakdirkan untuk hidup. Saya paham betul bagaimana kedua orang tuanya memberikan kasih sayang yang begitu besar, anak tunggal yang pastinya tidak pernah berbagi apapun dengan siapapun, sebut saja anak tunggal yang menangan. Di sisi lain, dia adalah anak bungsu di lingkungan gereja tempat pelayanan. Dijuluki sebagai adik kecil oleh kakak-kakak perempuan tentu jiwa anak bungsu tertanam disana.

Dua sosok yang sebenarnya sangat keras dan memiliki ego yang sama tingginya. Mempertahankan keyakinan dan ego adalah hal yang utama,  mengalah adalah hal yang tidak biasa dilakukan dalam sebuah perselisihan paham. 

Hal yang menyadarkan betapa merusaknya sifat keras kepala dan ego adalah sebuah perpisahan. Dengan begitu saya belajar, ya, saya telah membaca banyak cerita perpisahan karena keras kepala dan ego, namun pengalaman ini adalah guru paling nyata, perpisahan yang meluruhkan setengah dari jiwa.

Akhirnya saya paham, kenapa ibu ku dan ibu mu menjadi orang yang bisa mengalah dan berjiwa besar. Ibu kita mempertahankan pernikahan mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar