Rabu, 11 Oktober 2023

Perihal Kasihan

​Malam ini aku melihat cuplikan podcast Dedi Corbuzier dan Vidi Aldiano tentang perjuangan Vidi yang sedang mengidap kanker. Mereka membahas tentang Vidi yang sakit namun sebenernya Dedi nggak akan bilang kasihan, karena Vidi tuh hebat banget di mata Dedi. Dalam keadaan sakit, dia tetap bekerja dan melakukan aktivitas lainnya.

Ku berikan judul, perihal kasihan untuk sebuah cerita satu masa dihidupku. Mengisahkan tentang seseorang yang mengidap epilepsi yang pernah ku kenal. Suatu malam, saat aku mengatakan bahwa sedang memasak Indomie, dia diseberang selulernya berkata, intinya wah kata dokter, aku nggak boleh makan mie instan, bakso, coklat dsb. (Pada saat itu kami sedang dekat, dia selalu menghubungiku di pagi hari, mengingatkan makan siang disela-sela aku bekerja, lalu dengan bercerita disaat malam datang).

Lah, aku kaget, kok bisa. Akhirnya dia bilang kalo dia sakit epilepsi. Aku makin kaget. Aku belum pernah tahu tentang penyakit ini.

Hari berlanjut, hingga akhirnya kami berpacaran. Saat itu dia bertanya, kenapa aku mau\ jatuh hati padanya?

Alangkah lebih baik dan aman adalah menjawab secara singkat dan jelas: Ya aku sayang kamu, kamu baik, kamu ganteng dan kalimat positif lainnya.

Namun tidak dengan saya waktu itu, Haha. Saya menjawab mulai dari latar belakang dan kesimpulan. Hehehe. Kira-kira beginilah jawabannya, 

Latar belakang: waktu aku tahu kalo kamu sakit, aku nggak tega sekali.

Kesimpulan: dari situ aku memutuskan untuk sayang sama kamu.

Sejujurnya aku sudah menaruh hati kepadanya karena setiap perhatian yang dia berikan, pendidikan yang dia tempuh, caranya mengasihi orang tuanya, lembut tutur bahasanya, tampan manis nan rupawan. Tapi, saat tahu bahwa dia mengidap epilepsi, bagi seorang perempuan, memastikan diri apakah sanggup jika harus menghidupi perasaan suka yang sedari awal sudah ada dan akan makin bertumbuh atau sudahi perkenalan. Malam itu aku memutuskan untuk merasa siap. Dan, saat aku memutuskan menjadi pacarnya, aku sudah siap dengan hatiku untuk menghidupi setiap kata yang kutujukan padanya. 

---------------------------

Pada akhirnya dia melepaskan unek-uneknya, bahwasanya dia merasa bahwa aku mau berpacaran dengannya karena kasihan. Dia mengambil 1 kata dan menerjemahkannya, nggak tega= kasihan. Tanpa tahu ada "sejujurnya" yang tidak diungkapkan pada siang itu, di Dainang.

Padahal tidak ada yang perlu di kasihani dari sosok itu. Bukankah luar biasa seorang anak laki-laki yang memutuskan untuk mengambil pendidikan Magister Teknik Sipil diluar pulau tempat tinggalnya. Diterima di universitas ternama, punya nilai yang baik, punya keluarga yang utuh dan ekonomi yang baik. Aku memandangnya dengan kagum dan hebat.

Bukankah aku yang layak Engkau kasihani ya Allah?

Bagaimana mungkin aku mengasihani, sedang aku yang lebih kasihan-pun tak mau dikasihani. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar