Minggu, 31 Desember 2023

Mas Paul

Akhir tahun 2019 atau malah awal tahun 2020, saya berkenalan dengan seorang pria yang sangat menarik, Mas Paul.

Hari ini saya hendak menceritakan kembali tentang kisah dari POV saya, perempuan yang tergila-gila akan pesona-nya.

Kesan pada percakapan pertama sangat berpengaruh. Saya sudah menyukainya dan semakin menyukainya. Saya ingat betul jika Mas Paul menelpon beberapa hari setelah kenalan, membahas tentang zodiac kami. Saya tidak suka menerima telpon, kecuali memang saya suka sekali dengan orang tersebut. Saya terbiasa dengan kahadiran Mas Paul. Pernah menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di tanggal 8 Februari 2020. Saat itu sedang pandemi sehingga kampus memberlakukan WFH dan WFO, sehingga saya punya waktu bersamanya sepenjang hari.

Singkat cerita, rindu membuat saya uring-uringan. Sampai pada akhrinya saya memutuskan untuk tidak berani menemui Mas Paul lagi karena pemerintah menganjurkan untuk dirumah saja, juga lock down dimana-mana. 

Suatu ketika di akhir Februari (sepertinya), saya retreat di Bandungan, saya tinggal sekamar dengan 2 orang teman saya. Namun Mas Paul terus menelfon dan video call, bagaimana mungkin saya angkat dikamar. Memang pada saat perjalanan di bus, saya komplain dan mempermasalahkan handphone Mas Paul yang sering mati di siang hari, apakah Mas Paul tidak menyukaiku juga? Kurang lebih seperti itu pertanyaan saya, yang mendapat jawaban panjang, hanya saja jawaban itu langsung dihapus setelah saya membacanya. Saya menangkap hal yang sama sedang kami rasakan.

Bulan demi bulan saya lalui begitu panjang, saya begitu merindukan Mas Paul, sampai beberapa kali saya memimpikan Mas Paul secara berulang dalam tidur malam. Saya frustasi, tantrum dan berujung mengajak Mas Paul bertemu, saya berniat bahwa itu adalah pertemuan terakhir saya, saya tidak ingin terombang-ambing tidak jelas dengan laki-laki itu. Memang dia pernah menuliskan dalam pesan WhatsApp untuk mengajak berkencan dengannya, namun menurut saya, cara yang bersangkutan tidak menunjukkan keseriusan kalimat tersebut.

Ditengah kekalutan dan gegabahnya saya saat itu, saya kekeh untuk mengajaknya bertemu, dalam hati saya, ini adalah yang terakhir sebagai jalan supaya saya bisa mengakhirinya. Benar saja, pada pertemuan itu tidak banyak hal yang kami bahas, mungkin raut wajah saya juga tidak menyenangkan waktu itu. Mas Paul mengajak duduk dirumahnya pun, saya enggan. Karena ada alasan bahwa saya tidak bisa bertamu tanpa membawa buah tangan juga sih, hal yang tidak saya sampaikan. Main ke Waduk Sermo pun enggan, akhirnya hanya duduk di Alun-alun.

Setelahnya, benar saya berusaha dengan keras melupakannya. 

Saya membuka hati dan berpacaran dengan orang lain.

Suatu malam, saya mengganti foto profil WhatsApp dengan pacar saya, mungkin waktunya tidak sampai satu jam, namun dalam hitungan menit langsung dikomentari Mas Paul, Cocok dan ganteng katanya. Saya lupa bagaimana saya merespon, namun saya menyesali hal tersebut.

Bulan berganti bulan, tahun 2021 pertengahan, dimana saya merasa bahwa sepertinya saya sudah baik-baik saja (memang perkara cinta dan move on itu adalah perjalanan, kadang terasa sudah baik, namun nyatanya masih menyimpan kesedihan, hal-hal yang perlu diolah sebelum dapat dideskripsikan). Saya menghubungi Mas Paul, memberinya kabar bahwa saya tidak berhasil dengan laki-laki yang katanya cocok dan ganteng itu. Pesan Mas Paul masih teringat: Rpp, ditoto meneh atine. Saya mengiyakan.

Hubungan kami tidak erat, namun sering kali saya menghampirinya melalui pesan WhatsApp. Selalu terjadi drama bahwa saya selalu tantrum saat saya menyadari saya rindu sekali dan menginginkan sekali pria itu. Saya sempat menutup semua akses saya untuk menghubunginya karena pada dasarnya saya yang selalu mencarinya.

Saya lupa kapan, namun saya pernah minta lagi nomor Mas Paul dengan minta tolong Mbak Rima untuk minta nomor pada Mbak Rinda. Saya selalu senang saat berkirim pesan dengan Mas Paul, namun saya juga sesekali gengsi saat menjumpai bahwasanya saya sangat antusias.

10 Desember 2022 mengantar Jewish ke bandara YIA, malam sebelumnya saya kontak Mas Paul jika saya akan ke YIA dan beliau membalas untuk mampir kerumah. Saya tidak membalasnya. Bagaimana mau mampir, saya berkendara bersama 2 orang teman Jewish waktu itu.

Pertengahan 2023 saya kembali mencarinya namun nomornya centang satu, saya cek di kontak handphone mamak ternyata ada status WhatsApp nya, oh saya sedang di blokir. Chat terakhirnya tidak saya balas namun alasannya memblokirku, saya tidak tahu. Saya biarkan saja toh tidak ada yang penting. 

Akhir November 2023, saya kirim pesan melalui nomor handphone mamak saya dan memintanya jika hendak membalas untuk membalas di nomor pribadi saya. Ya dia membalasnya dan mengirim lokasi jika beliau sedang ada di daerah Palu, Sulawesi juga mengucapkan selamat ulang tahun walau telat. Saya bilang, tanggal 9 Desember aku mau beli duren ke Purworejo lewat rumahmu, jika berminat mari kita beli duren.

Ternyata tanggal 4, 5, 6, 7, saya ada kegiatan di Jakarta. Pikir saya wah gagal rencana saya karna pastinya akan lelah sekali. Seusai dari bandara, saya posting story foto di Bandara YIA, dikomen Cie2.



Tanggal 8 Desember saya masuk kerja di hari jumat sampai menjelang magrib, membeli Bakpia 25 langsung dari pabriknya.

Keesokan harinya, saya membuka kembali maps perburuan duren tetapi ternyata lokasinya lebih dekat jika lewat Nanggulan, bukan lewat jalur selatan.

Kadung sudah beli bakpia lagi sudah janji mau mampir yasudah. Saya berniat mengunjungi Mas Paul di waktu pagi karena sepulang beli duren hendak lewat Nanggulan saja. 

Saya selalu mengabari Mas Paul saat kena lampu lalu lintas di Patung Diponegoro, namun kali ini tidak ada respon, saat didepan rumahnya pun juga sampai saya telpon berkali-kali. Yasudah memang niat awalnya saya hanya akan mampir karena Purworejo yang biasanya memang lewat jalur selatan. Pada perjalanan saya menyesal harusnya saya letakkan bakpia di meja rumahnya saja, lalu saya berfikir untuk apa bakpia ini saya bawa pulang dan berakhir mungkin saya bawa ke gereja di hari minggu.

Saya menghemat baterai hape sebisa mungkin supaya bisa menggunakan maps saat pulang. Namun sayang baterai handphone saya hanya tersisa 2% saat saya menghidupkan paket data dan muncul pesan dari Mas Paul. Akhirnya saya putuskan lewat jalur selatan karena saya hanya hafal jalur satu-satunya itu. Saya sempat lupa belokan ke jalan menuju Bandara YIA. Saya berhenti dan bertanya pada seorang pemuda, ternyata saya kebablasan. Saya memilih membeli makan siang didaerah YIA, namun hanya habis setengah, rasanya kenyang sekali setelah makan satu buah durian sendirian. Siang itu sangat terik, saat dipersilakan mampir ya tentu dengan senang hati dan penuh rasa syukur bisa menikmati kipas angin dan berteduh dibawah atap rumah. Saya menyesal hanya beli 2 durian untuk dibawa pulang, keputusan sesaat karena saya telah mendem duren. (Tidak terasa ternyata saya ngelantur pada cerita perburuan durian).

Dirumah Mas Paul sedang ada tamu, Nico. Kami berbincang bersama, menikmati kopi buatan Mas Paul yang tentu kalah dengan kopi buatanku. Mas Paul mengajak jalan-jalan ke Alun-alun sama foto-foto. Sebenarnya saya semangat namun temannya sepertinya tidak menyambut dengan hangat. Yasudah. Saya pulang setelah hari menjelang sore. 

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Saya ingin mengakhiri semua cerita dan memulai semua yang baru di Tahun 2024.

26 Desember- Semua rangkaian natal telah selesai, aku mau ketemu Mas Paul yang terakhir! Aku menghubunginya malam itu, menjelang pergantian hari. Lalu Mas Paul mengirim foto E-Tiket Lion tujuan Makassar. Satu pesawat dengan adik iparku. Aku memaksakan untuk bertemu dulu. Aku bersikeras meminta bertemu supaya lunas sudah yang ku harapkan dan kuingini, perjumpaan terakhir. Aku sedih sekali, katanya waktunya nggak tepat untuk ketemu. Aku mendesaknya untuk tetap bertemu. Aku tegaskan kenapa nggak mau, aku bisa menemuinya, kenapa tidak mau ketemu, apa karena dia sedang menjaga hati orang lain? Begitu desakku, dan dia mengiyakan. 

Walaupun hingga saat ini aku tidak percaya alasan itu. Jawaban itu cukup untuk mengurungkan niatku untuk menjumpainya. 

Aku lupa kapan, aku menghubunginya dengan nomor baru, aku sungguh-sungguh berterima kasih untuk kasih nya Mas Paul dalam masa hidupku kala itu. Dia membalas pesanku dengan stiker. Aku tidak membalasnya. Lalu beberapa jam kemudian, dia membalas lagi dengan emoji tersenyum, aku tidak membalasnya lagi. Aku menghapus nomor handphone-nya. Aku begitu mengasihi orang itu. Aku membiarkan hatiku tetap mengasihi-nya, sampai hari ini. Karena aku meyakini, ada masanya semua akan menjadi biasa dan sangat biasa saja. 

Cerita terus berjalan, namun belum dituliskan lagi, bersambung. (31 Desember 2023)

--------------------------------------------------------------------------------------------

Hari minggu 28 April 2024.

Kemarin sabtu, aku dan Bapak Sukaryantara melakukan hammer test di Pasar Pituruh Purworejo. Aku melewati Jalan Brosot menuju Kulonprogo. Pulangnya, melalui jalanan yang pernah kulewati dengan Mas Paul, aku hapal betul, melalui jalanan itu dan memasuki terowongan di jembatan yang gelap. Semua mengingatkanku pada Mas Paul. Tidak ada kenangan yang buruk yang ia ciptakan bersamaku. Tapi apa daya, aku tidak tahu bagaimana lagi memulainya. Tahun ini aku sudah berjanji bahwa semua yang lalu yasudah berlalu, tidak untuk menengok ke belakang. 

29 April 2024. Mendapati Mas Paul dengan respon yang sangat asing saat ku panggil nama nya di chat WhatsApp. Mas Paul sedang di Jakarta di rumah calon isterinya. 

Seketika aku sedih sekali, sangat sedih. Bagiku dia orang yang selalu menjadi tempat pulang ku. 

Hal yang patut ia terima adalah permintaan maafku dan rasa terima kasihku. Maaf karena sekiranya melukai perasaan nya, merepotkannya dan menjadi tempat kala ku malah marah-marah. Terima kasih karena bagaimanapun ia begitu berarti dan memberi makna dalam proses kehidupanku. 

30 April 2024

Ternyata aku mendapati diriku bergantung padanya, sehingga saat akan menikah aku merasa akan kehilangan. Ada batasan yang memaksaku menjaga jarak dan menghargai pernikahannya. 

Sama seperti hubunganku dengan Gembul, aku sedih sewaktu ia akan menikah. Aku kehilangan teman bermainku. 

Aku juga menyadari bahwa selama ini aku menahan perasaanku, aku tidak bisa mendeskripsikannya ataupun mengungkapkannya dengan baik. 

Tentu Mas Paul tidak akan membaca tulisan ini, aku menuliskannya untukku, sebagai caraku mengenang perjalananku dan kasih Mas Paul. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar